Diduga Tidak Adanya Marka dan Rambu Jalan Di Flyover Sudirman Tangerang Kota Dinilai Ancam Keselamatan serta nyawa Pengguna Jalan
Posbanten.com, Kota Tangerang- Absennya fasilitas keselamatan lalu lintas berupa marka jalan dan rambu penunjuk arah di kawasan Flyover Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Babakan, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, menjadi sorotan tajam dari masyarakat dan pengamat hukum dan pemerhati lingkungan. Infrastruktur dasar yang seharusnya menjadi panduan visual bagi pengguna jalan justru terabaikan, menimbulkan kebingungan navigasional dan risiko kecelakaan lalu lintas, terutama bagi pendatang dari luar daerah.
Fenomena ini mengindikasikan adanya kelalaian struktural dalam tata kelola lalu lintas perkotaan yang selayaknya dikelola secara preventif, partisipatif, dan berbasis keselamatan. Sayangnya, tanggung jawab tersebut tampak tak diemban secara optimal oleh pemangku kepentingan di sektor perhubungan.
Agus, warga setempat sekaligus pengguna yang sering melintasi jalur tersebut, mengeluhkan bahwa ketidakjelasan arah pada titik simpang jalan kerap menjerumuskan pengguna dari luar kota ke dalam situasi dilematis yang berisiko. “Tidak sedikit mobil atau motor dari luar kota yang salah jalur. Mereka terlihat ragu-ragu dan sering berhenti tiba-tiba, bahkan mundur, karena tidak tahu ke mana harus melaju,” ujarnya kepada tangrayanews.com.
Ketiadaan rambu dan marka tidak hanya berdampak pada arus lalu lintas yang melambat, tetapi juga membuka ruang bagi tindakan spontan pengendara yang berpotensi memicu insiden tabrakan. Pengamatan di lapangan awak media menunjukkan bahwa,hanya terdapat garis putih samar di sisi kiri jalur bawah flyover, sementara jalur atas sama sekali tidak dilengkapi petunjuk arah ataupun marka pengarah arus.
Sarun, pengemudi ojek daring yang aktif di kawasan tersebut, menyatakan bahwa kondisi ini telah lama terjadi dan belum mendapat penanganan berarti. “Hampir semua pengemudi dari luar daerah yang saya lihat kebingungan di sana. Situasinya berbahaya dan rawan terjadi kecelakaan,” ungkapnya dengan lugu
Dalam konteks tata kelola publik, respons Dinas Perhubungan Kota Tangerang patut dipertanyakan. Upaya konfirmasi yang dilakukan oleh tim redaksi melalui telepon seluler maupun aplikasi pesan instan kepada Kepala Dinas Perhubungan (Dishub), tidak membuahkan hasil. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa nomor yang bersangkutan tidak dapat dihubungi bahkan terindikasi terblokir, memperkuat kesan bahwa pejabat publik tersebut menghindari tanggung jawab konstitusional dan etik atas problem transportasi yang dihadapi masyarakat.
Dari perspektif hukum, situasi ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut secara eksplisit menugaskan pemerintah daerah melalui dinas teknis terkait untuk menyediakan dan memelihara marka serta rambu lalu lintas sebagai bagian dari sistem keselamatan jalan. Kelalaian dalam pemenuhan kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi administratif dan, dalam kondisi tertentu, berpotensi berujung pada pertanggungjawaban pidana jika terbukti menyebabkan kecelakaan.
Menanggapi kondisi ini, tokoh masyarakat sekaligus pakar Hukum dan Pemerhati Marka Jalan H. Rusdi Saleh, SH., MH., mengkritik keras lemahnya perhatian pemerintah daerah terhadap aspek keselamatan infrastruktur jalan.
“Marka jalan bukan semata garis di aspal, melainkan representasi visual dari sistem hukum di ruang publik. Ketidakhadirannya merupakan pengabaian terhadap hak-hak pengguna jalan untuk mendapatkan rasa aman dan kepastian arah. Negara tidak boleh abai dalam fungsi proteksinya,” tegasnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya reformulasi kebijakan transportasi yang berlandaskan pada prinsip akuntabilitas, keselamatan, dan keberlanjutan. Menurutnya, keteraturan lalu lintas hanya dapat diwujudkan jika didukung oleh sistem infrastruktur yang terstandarisasi dan dikawal oleh aparat teknis yang berintegritas.
Kejadian ini merupakan refleksi gamblang dari ketimpangan antara pembangunan fisik jalan dan pemenuhan unsur keselamatan yang melekat. Flyover Sudirman, sebagai jalur lintas provinsi yang vital, seharusnya menjadi prioritas utama dalam kebijakan penataan lalu lintas urban, bukan justru menjadi sumber ketidakpastian arah dan potensi malapetaka di ruang jalan.
Dengan demikian, desakan publik terhadap Dinas Perhubungan Kota Tangerang untuk segera melakukan pembenahan total terhadap sistem marka dan rambu di titik-titik kritis merupakan langkah mendesak dan sah secara moral maupun hukum. Masyarakat berhak atas sistem transportasi yang tertib, aman, dan berdaya dukung tinggi yang hanya bisa terwujud melalui keberpihakan kebijakan publik kepada keselamatan sebagai pilar utama pembangunan berkelanjutan.
Rohim/gl








